Selasa, 03 Juni 2008

Membaca Sayyid Qutb

Pada intinya semua buku Sayid Qutb bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Beliau mendapat inspirasi keduanya tanpa ada ketentuan yang mengikat sebelumnya, bahwa keduanya dipandang sebagai sumber yang benar dalam agama ini, sedangkan sepanjang sejarahnya manusia telah jauh dari sumber ini. Karena mereka telah menyibukkan diri dengan buku-buku yang disebut ‘ilmiah’. Inilah yang menjauhkan mereka dari sumber-sumber kekayaan berharga, dan rugilah mereka denga meninggalkan kebaikan yang banyak sekali. Kerugian mereka jelas-jelas tampak dalam panggung sejarah dan benar-benar terjadi dalam realita.

Oleh karena itu, pemahaman atas Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang wajib bagi semua Muslim. Sayid Qutb menyadari betul hal ini, lalu beliau menulis tiga buku: at-Tashwirul fi Al-Qur’an (Disiplin Ilmu di dalam Al-Qur’an), Masyahidul Qiyamah (Kesaksian Hari Kiamat) dan Fi Zilalil Qur’an (di Bawah Naungan Al-Qur’an).

Di balik lembaran buku-buku itu beliau bermaksud mengarahkan manusia kepada suasana Qur’ani, yaitu suasana baru, suasana kelezatan hidup dibawah naungan Al-Qur’an sebagaimana suasana diturunkannya Al-Qur’an itu sendiri. Dengan metode penyampaiannya yang segar, beliau mencoba menyingkap tabir yang menyelimuti manusia mngenai rahasia-rahasia dan arti-arti yang belum pernah diterangkan sebelumnya. Maka sangguplah orang membaca secara dalam setiap kata dan hurufnya serta kalimat yang diterangkannya.

Kesungguhan dalam visinya ditemukan dalam karya-karya besarnya yang pernah dikemukakan. Permasalahan hidup yang mencekam yang sedang melanda hidup manusia saat ini atau tentang mereka telah tertimpa dosa masa lalu beliau refleksikan dalam buku-bukunya. Yang paling penting, beliau meletakkan cara-cara penyelesaikan terbaik, yang menurut anggapannya benar.

Dalam menghadapi Komunisme dan Kapitalisme, beliau menulis al-‘Adalatul Ijtima’iyah fil-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam), as-Salamul ‘Alamiwal-Islam (Perdamaian Dunia dan Islam), Ma’rakatul Islam war-Ra’sumaliyah (Pertikaian Islam dan Kapitalisme). Dalam menghadapi penyelewengan kebudayaan dan kesalahan-kesalahannya, beliau menulis al-Islam wa-Muskilatul Madharah (Islam dan Problematika Kebudayaan). Dalam menghadapi kepaercayaan yang sesat, beliau menulis Khashaisut Tashawwuril Islami wa-Muqawwamatihi (Ciri-Ciri Penggambaran Islam dan Pembendungannya), Hazad Din (Inilah Islam). Sedangkan sebagai dasar pijakan dan langkah-langkah dinamis, beliau menulis Ma’alim fi-Thariq (Petunjuk Jalan).

Dua tujuan dari seluruh tulisannya itu adalah berpangkal pada dua pokok: Pertama, yaitu penjelasan mengenai penggambaran Islam sebagaimana diturunkan Allah. Kedua, yaitu penjelasan mengenai keadaan kaum Muslimin yang jauh dari gambaran yang pertama itu. Dengan ungkapan lain, beliau mencoba untuk menjelaskan hakikat kebodohan (kejahiliyahan), untuk menunjukkan dan mengagungkan Islam, untuk menjelaskan jalan orang-orang Mukmin dari jalan orang yang berdosa, dan untuk memperkuat garis pemisah antara keduanya atas dasar akidah.

Tidak ada komentar: